Jumat, 20 Juni 2008
Indonesia adalah sebuah nama yang sangat berharga dalam hidup saya. Nama ini adalah sebuah nama yang menjadi media bagi saya untuk dapat menghirup nafas kehidupan. Indah, sejuk, damai, tentram, toleran, gotong royong, ramah itulah serangkaian kata yang dapat menggambarkan makna sebuah Indonesia. Sepuluh tahun belakangan ini, rangkaian kata2 itu seolah menguap. Tidak ada yang tersisa dari keindahan Indonesia yang dulu sempat saya cicipi. Entah mungkin karena pemahamanku terhadap kehidupan ini lebih baik sejalan dengan bertambahnya usiaku, atau memang Indonesia sudah berubah....???
Sediiih sekali melihat Indonesiaku saat ini. Ternyata gotong royong, ramah tamah, toleransi yang selama ini didengung-dengungkan ternyata hanya hisapan jempol belaka. Haaaahhhh.........Lelah
Selasa, 13 Mei 2008
Meneguhkan Iman Saya
Saya hanya merasa sedih bercampur kasihan melihat kondisi ini. Para jamaah yang sebenarnya kurang mengenal Ahmadiyah jadi sedikit banyak terpengaruh. Dan kebanyakan dari mereka mengamini apa yang disampaikan tanpa coba mencari kebenaran yang sesungguhnya. Ustadz yang berceramah juga mendukung keluarnya SKB dengan alasan agak umat tidak resah dengan keberadaan aliran sesat. Saya kembali tertawa dalam hati, yang bikin resah itu sebenarnya siapa..??? yang sedang berada di depan saya (penceramah) atau aliran "sesatnya". Keresahan ini tidaka akan terjadi kalau justru orang-orang seperti penceramah itu (ustadz) tidak berceramah secara provokatif, walaupun alasannya untuk meluruskan kembali umat. Justru sebaiknya para ulama, kiyai, ustadz dan tokoh-tokoh agama lebih fokus untuk bekerjasama dan membantu pemerintah menjalankan program2 pembangunan bangsa dan negara ini, jika dibandingkan mengurusi urusan yang bersifat pribadi dalam hal keyakinan.
Setelah saya selesai mengikuti pengajian tersebut, justru saya merasa keyakinan saya terhadap Ahmadiyah semakin besar dan saya mencoba untuk kembali belajar masalah agama dan Ahmadiyah lebih jauh lagi. Sungguh, ternyata dibalik kesusahan atau suatu peristiwa terselip makna yang luar biasa. Saya hanya bisa berusaha semampu saya dan berdoa semoga kondisi ini dapat kembali normal dan kemenangan ada di Pihak Ahmadiyah seperti yang sudah dijanjikan Allah Taala, amin.
Ya Allah, hancurkanlah mereka yang memusuhi kami sehancur-hancurnya, amin.
Jumat, 25 April 2008
Ahmadiyah, kenapa sih harus dipermasalahkan?
Kembali lagi pada keberadaan Ahmadiyah di Indonesia. Sesungguhnya Ahmadiyah telah eksis dan berkembang di Indonesia sejak tahun 20-an. Dan bahkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sudah berbadan hukum sejak tahun 1953. Saya kurang paham mengapa pada saat itu pemerintah mensahkan Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan yang diaku keberadaannya di Indonesia. Tapi jika merunut, dapat dipahami bahwa pada saat itu pendiri bangsa sangat mengedepankan nasionalisme dan berusaha untuk melindungi berbagai elemen yang ada di negeri ini. Negara kita memang dibentuk bukan sebagai negara agama, berbagai agama dapat hidup di Indonesia. Ini adalah salah satu cita2 pendiri bangsa. Walaupun memang dalam perjalanan sejarah, kita tidak bisa memungkiri bahwa ada kelompok atau elemen dalam masyarakat yang menginginkan negara ini berdasarkan syariat Islam. Tetapi pada saat itu negara kesatuan-lah yang dirasa paling cocok diterapkan. Maka dibentuklah negara kesatuan Republik Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai dasar hukum negara. Ternyata berdirinya NKRI ini tidaklah mulus banyak elemen negara yang tidak puas dengan terbentuknya NKRI, baik dari kalangan Muslim maupun non muslim. Harus diakui bahwa selama masa Bung Karno (Orla) dan Pak Harto (Orba) telah berhasil menekan arus yang menginginkan dirubahnya dasar dan falsafah negara, khususnya dari kalanagan garis keras. Mereka tidak puas jika negara ini tidak berdasarkan pada syariah Islam. Pengekangan dan pengkerdilan terhadap Islam garis keras telah menimbulkan efek balon gas. Mereka yang umumnya memang telah membenci Ahmadiyah dengan gerakan bawah tanahnya berhasil membentuk opini dalam masyarakat khususnya generasi muda dengan pendekatan2 logis bahawa sesungguhnya NKRI harus dihapuskan dan diganti dengan Negara Islam. Gerakan ini makin lama semakin kuat, dan hanya tinggal menunggu moment yang tepat untuk dapat menunjukkan jati dirinya. Dan akhirnya hal tersebut semakin nyata adanya setelah masa reformasi, dimana kebebasan berfikir dan berpendapat boleh dilakukan sebebas-bebas. Kondisi ini terbalik untuk JAI. DImasa reformasi ini justru kebebasan beragama yang selama ini dikenyam seolah2 tercabut dengan munculnya lagi fatwa MUI tahun 2005 yang menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran yang sesat dan menyesatkan. Kondisi ini semakin memberikan angin segar bagi para pembenci Ahmadiyah untuk dapat melakukan manufer yang ditujukan untuk memberangus Ahmadiyah. Saya melihat justru di jaman yang semakin maju dan kebebasan berfikir, bertindak dan menyatakan pendapat yang semakin terbuka, justru tidak dibarengi dengan rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Masing-masing kelompok menganggap dia yang berhak mengusung kebenaran dan yang lain salah. Ada apa ini? Apa yang salah? Apakah memang sudah tidak ada lagi rasa toleransi dalam masyarakat kita? Apalagi jika itu menyangkut kebebasan dalam menjalankan ibadah dan keyakinan. Seharusnya justru negara dapat merangkul dan melindungi semua elemen dalam masyarakat kita, jangan justru ikut menyudutkan salah satu pihak apalagi itu minoritas. Menurut logika, tidak akan terlalu banyak yang bisa dilakukan oleh kaum minoritas jika memang paham atau keyakinannya tidak sejalan dan diluar logika masyarakat kebanyakan. Biarkanlah kehidupan ini mengalir dengan apa adanya, dan negara cukup sebagai pelindung dan penengah, tidak perlu terlau jauh mencampuri ranah keyakinan. Sesungguhnya keyakinan itu adalah hak yang sangat mendasar, sama halnya hak kita untuk hidup. Jika memang terdapat perbedaan penafsiran dalam memahami makna yang terkandung dalam ayat suci, jadikanlah perbedaan itu suatu nilai tambah dalam penafsiran. Karena tafsir adalah sesuatu yang dapat berubah tergantung perkembangan zaman. Memang ada pakem atau kaidah yang mendasar yang tidak dapat dirubah, dalam melaksanakan kehidupan suatu agama. Dlaam hal ini Isalam memiliki Rukun Islam dan Rukun Iman serta Al-QUr'an dan Al Hadits. Jika memang Ahmadiyah dinyatakan sesat, memang rada membingungkan. Karena penganut ahmadiyah sendiri sampai saat ini dan detik ini masik memegang teguh Rukun Islam dan Rukun Iman serta Al-Qur'an dan Al Hadits sebagai pegangan hidup. Sudahlah lebih baik kita mencoba untuk menerima perbedaan dan menjaga persatuan dan kesatuan negara ini serta turut berperan dalam membangun negeri menuju Indonesia yang lebih baik.
Kamis, 24 April 2008
Tiada yang sempurna (Relatif)
Sering sekali kita beranggapan, apa yang kita fikirkan dan nilai-nilai yang kita terapkan merupan hal yang benar. Apakah benar hal2 yang kita yakini tersebut benar-benar benar...? Pernahkah kita berkeinginan untuk meyakini kebenaran lain yang juga benar.....? jadi apakah sebenarnya kebenaran itu.? atau jangan-jangan semua itu hanyalah pembenaran belaka, yang nantinya bermuara pada ketidakpastian atau relatifitas. Keyakinan terhadap apa yang menjadi nilai kehidupan merupakan panduan bagi individu untuk dapat menuntunnya mangarungi lautan keserba terbatasan (baca: kehidupan). Jadi dengan demikian, apakah kita berhak untuk mengatakan bahwa perbedaan sudut pandang dalam melihat suatu permasalahan itu adalah sesuatu yang salah..?
Banyak terjadi dalam satu keluarga terjadi ketidakharmonisan disebabkan karena perbedaan berpandangan dan berpendapat yang diperparah dengan sikap tidak mau menerima apa yang menjadi acuan tiap2 anggota keluarga. Bagaimana jika hal tersebut terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara..? Jika demikian halnya, apakah yang dapat menjadi perekat perbedaan...? Saya tidak akan memberikan jawaban karena semua jawaban ada pada pribadi masing-masing. Hanya saja yang hendak saya tekankan disini adalah bahwa tidak ada hal yang lebih baik dalam menghadapi segala relatifitas dan ketidakpastian dalam hidup ini adalah "kebesaran hati". Kita harus meyakini bahwa Tuhan tidak akan pernah menciptakan mahluk yang sempurna, karena justru dengan ketidaksempurnaan itu tiap individu dapat saling mengisi untuk berusaha menjadi lebih baik bukan melukai.